SAFETY IN THE AIR STARTS ON THE GROUND

Rabu, 26 Mei 2010

Latihan anggota G9 Paralayang Semarang





Pendaki Gunung dan Paralayang

Pada awal perkembangannya di Indonesia, paralayang dimulai dan didominasi oleh orang-orang yang punya hobi naik gunung. Pemikirannya sederhana, setelah naik gunung dan sampai di puncaknya, mereka maunya bisa cepat turun gunung menggunakan parasut paralayang. Awal perkembangan di Eropa tahun 84-an juga hampir sama, banyak yang menyukai paralayang karena pengin cepat turun saat naik gunung. Bayangkan aja setelah 6-7 jam mendaki dan istirahat sebentar di puncaknya, setengah sampai satu jam kemudian sudah bisa sampai di kaki gunung lagi.
Tetapi perkembangan paralayang sekarang sudah jauh berbeda, justru yang dicari yang jalan kakinya sedikit, lalu bisa terbang berlama-lama di angkasa dan bahkan terbang tinggi sampai melebihi puncak gunung. Jarak terbangnya pun kalau bisa berkilo-kilometer jauhnya.
Intinya kalau kita piawai, tak hanya turunnya saja bisa naik paralayang, ke puncak gunungnya pun bisa dengan paralayang. Setidaknya bisa mendekati daerah sekitar puncaknya, karena ketika penerbang ini harus mendarat harus ada cukup ruang untuk tempat pendaratannya dan tentunya jika cuacanya mengijinkan yaitu - kecepatan angin dan visibility.

Untuk turun ya tinggal gelar lagi parasut dilokasi yang memungkinkan dan terbang lagi ke kaki gunung.(gendonsubandono.blogspot.com)

Paralayang, Cara Lain Memandang Bumi !

Sebagai olahraga petualangan paralayang memang mengasyikkan. Siapa yang tidak tergiur dengan keasyikannya? Bayangkan, kita bukan burung tetapi bisa terbang bak seekor elang yang dapat menjelajah angkasa nan luas. Terbang dari titik satu ke titik yang lain di ratusan bahkan ribuan meter di atas permukaan bumi. Dapat dengan mudah mendekati awan putih yang menggantung di langit, bahkan kalau mau kita juga bisa "membelai" awan itu.
Memanfaatkan angin naik atau lift, itulah kunci olahraga ini. Berpetualang dengan paralayang tak kan ada habisnya. Setiap penerbangan merupakan sebuah kekhususan, karena kita tak akan pernah mengalami hal yang sama di setiap penerbangan kita, selalu berbeda dari waktu ke waktu.
Jika dikaitkan dengan sebuah makna kehidupan maka akan semakin terbuka apa sebetulnya makna sebuah penerbangan paralayang. Untuk penerbang paralayang, berada di angkasa merasakan desiran angin tanpa berisik suara mesin dan dapat menyaksikan pemandangan bumi dari sebuah ketinggian sungguh merupakan suatu kebahagiaan. Siapa yang tidak kagum dengan ciptaanNYA itu ketika kita melihat rupa bumi dari sisi yang lain dan melihat dengan cara lain yang tidak semua orang bisa melakukannya? (gendonsubandono.blogspot.com)

Paralayang dan Sebuah Prestasi


Paralayang tak hanya sebuah cara berpetualang, tetapi ia juga sebuah cara untuk mengukir prestasi, apapun bentuk prestasinya! Bisa pencapaian terbang paling tinggi, terbang paling jauh, terbang paling banyak, terbang dari tempat paling tinggi, terbang paling lama, terbang paling cepat, terbang paling ekstrim bermanuver, dan lain lain. Rekor itu bisa dicapai atas namanya sendiri atau pun memecahkan rekor orang lain.

Di indonesia kegiatan paralayang yang terkait dengan prestasi salah satunya adalah berlangsungnya kejuaraan-kejuaraan, baik lokal, nasional maupun internasional.

Salah satu keberhasilan prestasi Paralayang Indonesia terbesar adalah diraihnya 7 medali emas dalam Asian Beach Ganes 1 di Bali pada 18 s/d 27 Oktober 2008 yang lalu.(gendonsubandono.blogspot.com)

Perlengkapan Olahraga Paralayang


Parasut Paralayang: Elang butuh sayap untuk terbang, penerbang paralayang butuh parasut untuk mengangkasa. Parasut paralayang diciptakan memang untuk lepas landas dari sebuah lereng bukit. Bentuk dan ukurannya jauh berbeda dengan parasut yang dipergunakan untuk terjun payung. Parasut paralayang berbentuk elips terdiri dari dua lembar kain terbuat dari bahan nylon ripstop berporositas nol dengan ketebalan sekitar 44 g/m2. Dua lembaran kain ini dihubungkan dengan lembaran tegak untuk mempertahankan bentuknya. Lembaran tegak yang disebut ribs ini membentuk sel-sel yang jumlahnya puluhan. Sisi depan (leading edge) yang disebut mulut sel menganga untuk jalan masuknya angin, sementara di sisi belakangnya (trailing edge) tertutup rapat, sehingga angin terperangkap dan menciptakan tekanan di dalam parasut. Tali-tali yang terbuat dari bahan kevlar menjulur ke bawah disatukan dengan tambat (riser) dan dihubungkan dengan karabiner di tempat duduk penerbang.

Terdapat tiga jenis parasut untuk masing-masing kemampuan penerbang yaitu: standard, perfomance, dan competition. Parasut jenis standard adalah parasut yang biasa digunakan untuk para penerbang pemula. Jenis ini mempunyai kestabilan lebih baik dibanding parasut setingkat di atasnya. Semakin tinggi tingkat kinerja parasut maka makin tinggi pula kemampuan yang harus dimiliki penerbang. Parasut Paralayang dibedakan pula sesuai ukurannya (XS, S, M, L, Dual/Tandem). Makin berat penerbangnya maka makin besar pula ukuran parasut yang dipakai.
Seperti pesawat terbang lainnya, parasut paralayang pun harus memenuhi standard kelayakan terbang. Setidaknya terdapat dua standar uji parasut paralayang yang diakui secara internasional yaitu: AFNOR dan Gütesiegel. AFNOR dikeluarkan oleh Asosiasi Layang Gantung Perancis dan Swiss (FSVL dan SHV). Sedang Gütesiegel dikeluarkan oleh Asosiasi Layang Gantung Jerman (DHV). Dengan adanya dua lembaga ini, tentu saja makin memudahkan orang yang berminat dalam olahraga ini memilih perlengkapan untuk dirinya yang paling aman dan sesuai keinginan.
Selain parasut, peralatan utama yang dibutuhkan seorang penerbang paralayang adalah seat harness (kursi penerbang), helmet, dan parasut cadangan. Perlengkapan tambahannya antara lain: kaos tangan, baju terbang, radio komunikasi/HT, Variometer (alat pengukur kecepatan vertical), GPS, dan Wind Meter (pengukur kecepatan angin). Asal tahu saja, harga peralatan komplit yang gres olahraga paralayang adalah sekitar 2000-3000 USD. Sedang harga second hand berkisar 500 – 1500 USD. (*) (gendonsubandono.blogspot.com)

Tingkatan Lokasi Terbang Paralayang


Wilayah Indonesia yang berbukit-bukit dan banyak pegunungan tinggi sangat potensial untuk perkembangan olahraga paralayang. Banyak tempat yang dapat digunakan untuk terbang, baik yang mudah dijangkau dengan kendaraan maupun yang harus ditempuh dengan jalan kaki. Tinggal memilih mana lokasi yang paling menarik dan menantang untuk diterbangi. Bagi beberapa kelompok penerbang, susahnya medan lepas landas tak menjadi persoalan meski harus berjalan kaki berjam-jam dan menggendong “pesawat” di punggungnya. Boleh jadi itulah yang justru dicari, berpetualang di darat kemudian dilanjutkan di udara. Kombinasi ini tentu menjadi paduan petualangan yang sangat mengasyikkan.

Pada umumnya lokasi-lokasi terbang ini merupakan daerah tujuan wisata yang sudah cukup terkenal seperti kawasan Perkebunan Teh di Puncak, Bogor; Gunung Banyak, Batu, Malang; Danau Maninjau, Bukit Tinggi; Gunung Bromo, Probolinggo; Gunung Batur, Bali; Matantimali, Palu, dan lain-lain. Lokasi-lokasi tersebut menawarkan berbagai tantangan sesuai tingkatan kesulitan masing-masing .
Secara umum lokasi terbang ini dapat dibedakan menjadi tiga kelas kesulitan yaitu: mudah (kelas I), sedang (kelas II) dan sulit (kelas III).Setiap penerbang yang akan terbang di lokasi-lokasi ini harus mengetahui betual batas-batas kemampuan terbangnya agar dapat terbang aman dan nyaman. Penentuan tingkat kesulitan ini lebih berdasarkan kondisi obyektif masing-masing lokasi penerbangan, seperti bagaimana kemiringan lereng lokasi lepas landas, jauh dekatnya lokasi lepas landas dan lokasi pendaratan, lokasi untuk pendaratan darurat, dan tentu saja kecenderungan kondisi angin dan awan yang berlangsung sehari-hari. Namun demikian tingkat kesulitan ini bisa saja meningkat, saat cuaca dan angin berubah drastis. Lokasi yang tadinya dikatakan mempunyai tingkat kesulitan I atau mudah dapat menjadi sulit dan membahayakan bagi penerbang paralayang.
Lokasi Terbang Kelas I (Mudah) antara lain: Puncak, Bogor. Bukit Toga, Sumedang. Gunung Banyak, Batu, Malang. Pantai Timbis, Nusa Dua, Bali. Bukit Kemuning, Karanganyar, Surakarta. Watukandang, Bojonegara, Merak.

Lokasi Terbang Kelas II (Sedang) antara lain: Bukit Kasur, Cipanas, Cianjur. Gunung Haruman, Garut. Gunung Guntur, Garut. Danau Maninjau, Bukit Tinggi. Sipiso-Piso, Danau Toba. Bukit Matan Timali, Palu. Bukit 15, Gunung Dempo, Pagar Alam. Pantai Candi Dasa, Bali. Gunung Batur, Bali.

Lokasi Terbang Kelas III (Sulit) antara lain: Gunung Gajah Mungkur, Wonogiri. Gunung Bromo. Pantai Air Manis, Padang. Pantai Parangtritis, Yogyakarta. Gunung Merapi, Magelang. Gunung Merbabu, Magelang. (gendonsubandono.blogspot.com)