SAFETY IN THE AIR STARTS ON THE GROUND

Selasa, 25 Mei 2010

Puncak Telomoyo, Lokasi Paralayang Tertinggi di Indonesia



SEMARANG, KOMPAS.com - Puncak Gunung Telomoyo berketinggian 1.880 meter dari permukaan laut di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah merupakan lokasi peluncuran paralayang tertinggi di Indonesia. Potensi ini masih bisa digali dengan meningkatkan infrastruktur jalan dan pembuatan landasan tinggal landas yang memadai."Lokasi ini sangat potensial untuk berlatih paralayang nomor cross country karena ketinggiannya memadai, sehingga bisa terbang lama dan jauh. Danau Toba (Sumatera Utara) sekitar 870 meter dari permukaan laut (dpl). Di Palu (Sulawesi Tengah) juga tidak setinggi ini," kata pelatih tim Paralayang Kota Semarang Wawan, saat Fun Fly Klub Paralayang Gedongsongo di Puncak Telomoyo, Minggu (27/12/2009).
Menurut dia, Gunung Telomoyo itu tergolong baik untuk paralayang karena menawarkan pemandangan yang menarik, serta relatif terbuka. Selain itu, perjalanan menuju puncak bisa dilalui dengan kendaraan roda empat. Namun, lokasi peluncuran itu masih belum didukung landasan luncur yang memadai. Selain itu, infrastruktur jalan beraspal menuju puncak sudah rusak parah.

Laporan wartawan KOMPAS Antony Lee
Minggu, 27 Desember 2009 | 19:23 WIB

Sejarah Perkembangan Olah Raga Paralayang di Indonesia

1990
Paralayang mulai muncul di Indonesia ditandai dengan berdirinya Kelompok Terjun Gunung MERAPI di Yogyakarta pada bulan Januari 1990. Pada saat itu olahraga paralayang lebih dikenal dengan nama Terjun Gunung. Pendiri klub ini adalah Dudy Arief Wahyudi dan Gendon Subandono. Kedua orang tersebut belajar secara mandiri melalui manual dan majalah paralayang. Bukit-bukit pasir di Parangtritis menjadi tempat latihan awal olahraga ini. Parasut yang dipakai untuk pertama kali adalah tipe Drakkar produksi Parachute de France tahun 1987. Pada tahun ini pula David A Teak mulai merasakan nikmatnya terbang dengan paralayang.

1991
Komunitas penerbang paralayang bertambah dengan munculnya nama-nama Ferry Maskun, Daweris Taher, Bismo, dan Wien Suharjo. Dua orang yang disebut pertama sebelumnya adalah penerbang Gantolle. Sedang dua orang terakhir adalah anggota Klub Skienege - Jakarta. Dua tahun pertama ini dapat dianggap sebagai masa kepeloporan olahraga paralayang di Indonesia.

1992
Pada tahun ini komunitas paralayang bertambah banyak namun alat yang ada masih sangat terbatas. Tercatat sampai dengan akhir tahun 1992 ini hanya ada 5 buah parasut. Dengan semakin berkembangnya komunitas paralayang, dirasa perlu untuk mengorganisir diri guna meningkatkan teknik dan prosedur keselamatan dan dibentuklah PPI (Pusat Paralayang Indonesia).

1993
Musibah pertama olahraga paralayang. Dudy Arief Wahyudi dinyatakan hilang ditelan ombak laut Selatan di Parangtritis saat mendarat darurat di bawah tebing di sisi timur pantai Parangendog pada tanggal 7 February. Tubuhnya ditemukan dua hari kemudian sesudah dinyatakan hilang. Nama Terjun Gunung resmi diubah menjadi Paralayang karena jauh lebih enak didengar dan jauh dari kesan ngeri. Istilah ini diresmikan di Gunung Haruman saat berlangsungnya Eksebisi Layang Gantung dan Paragliding pada tanggal 22 dan 23 Mei oleh Klub Gantolle Bandung.

1994
Olahraga paralayang masuk secara resmi ke dalam pembinaan PB FASI di bawah naungan Pusat Gantolle Indonesia. Eksebisi Ketepatan Mendarat Paralayang pertama diselenggarakan di Puncak, Bogor, pada bulan April dan diikuti oleh sekitar 20 penerbang dari Jakarta, Bogor, dan Yogyakarta.

1995
Kejuaraan Nasional dan Terbuka Paralayang I diselenggarakan di Kemuning dan Gajah Mungkur, diikuti oleh 7 penerbang asing dan 14 penerbang lokal pada akhir bulan Agustus. Pada saat yang bersamaan diselenggarakan pula Kejuaraan Ketepatan Mendarat penerbang yunior di Kemuning, Karang Anyar.

1996
Bidang Paralayang resmi menjadi bidang tersendiri yang kedudukannya sejajar dengan Gantolle di bawah PLGI dalam Munas ke V PB FASI di Lembang Bandung. Bersamaan dengan itu Pusat Gantolle Indonesia dirubah menjadi Pusat Layang Gantung Indonesia. Kejuaraan Nasional dan Terbuka Paralayang II di Gunung Haruman, Garut diselenggarakan pada bulan Juli, diikuti oleh 23 penerbang (9 penerbang asing dan 15 penerbang lokal)

1997
Kejuaraan Terbuka Paralayang Haruman gagal berlangsung karena cuaca tidak mendukung. Rekor terbang cross country paralayang dibuat sejauh 37 km di Wonogiri pada bulan Agustus oleh Lilik Darmono saat berlatih untuk mengikuti Worl Air Games I di Turki. Bidang Paralayang PLGI mengirimkan 4 orang atlet paralayang ke WAG I Turki bulan September (Rizka, Bima, Lilik, dan Uthe).

1998
Kejuaraan Nasional dan Terbuka Paralayang III diselenggarakan di Wonogiri bersamaan dengan Kejuaraan Nasional Gantolle. Pada kejuaraan ini peserta yang ikut adalah sebanyak19 orang.

1999
PLGI bersama PB FASI berjuang agar olahraga paralayang dapat dipertandingkan di PON 15 di Jawa Timur. Kejuaraan Terbuka Haruman diselenggarakan pada bulan Juni. Kejuaraan Nasional IV dan Pra PON diselenggarakan di Gunung Banyak, Batu, Malang Jatim. Tercatat sebanyak 45 orang dari 10 daerah ikut menjadi peserta.

2000
Musibah kembali menimpa pada tanggal 8 February. Dadang dinyatakan hilang dihempas badai di Puncak, Bogor. Tubuhnya ditemukan empat hari berikutnya dibawah tower telkom. Kejadian ini mendapat perhatian luas dari media massa. Kejuaraan Ketepatan Mendarat Senior dan Yunior di Puncak diselenggarakan pada bulan April, diikuti oleh sekitar 70 penerbang dari berbagai daerah.
Pekan Olahraga Nasional XV berlangsung dan paralayang untuk pertama kalinya resmi menjadi cabang yang dipertandingkan dalam PON ini di Jawa Timur. Medali emas yang diperebutkan adalah sebanyak 4 buah. Peserta yang ikut adalah 32 orang dari 8 kontingen (Sumbar, Sumsel, Riau, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, dan Sulsel).

2001
Kejuaraan Ketepatan Mendarat dan Festival Paralayang kembali digelar untuk memperebutkan Telkom Cup di Puncak Jawa Barat. Diikuti oleh 87 penerbang dari berbagai daerah, event ini merupakan event yang paling terbanyak pesertanya sampai th 2001. PLGI menunjuk satu orang penerbang, Jimmy Leowardy, ke WAG II di Spanyol pada bulan Juni. Kejuaraan Nasional V diselenggarakan di Gunung Gajah Mungkur, Wonogiri, pada kejuaraan ini rekor nasional lintas alam jarak terbuka dipecahkan oleh Elisa dengan terbang sejauh + 41,3 km (open distance, TO ke LZ).

2002
Tanggal 14 s/d 17 Maret diselenggarakan Coaching Clinic Instruktur Paralayang Pertama di Halim Perdana Kusuma diikuti oleh 11 Instruktur dan 1 orang Magang Instruktur.

2003
Kecelakaan fatal terjadi di Pelabuhan Ratu ketika seorang penerbang tenggelam karena mendarat di tengah laut pada tanggal 3 Maret 2003. Diperkirakan korban tak sadarkan diri beberapa saat setelah lepas andas.
Kejuaraan Paralayang Telkom Cup diselenggarakan di Puncak pada Bulan Mei 2003 diikuti oleh 109 penerbang dari berbagai daerah di Indonesia. Penyelenggaraan dengan peserta terbanyak.
Kejuaraan Nasional dan Terbuka lintas alam di Gunung Haruman pada bulan Juli 2003, kejuaraan hanya berlangsung beberapa babak karena gangguan cuaca. Seorang penerbang fun fly mengalami kecelakaan fatal saat parasutnya kolaps hingga menghantam lereng.
Pra Pon untuk pertama kalinya diselenggarakan di luar Pulau Jawa, yaitu di Gunung Dempo Pagar Alam, Sumatera Selatan pada tanggal 3 September s/d 14 September 2003. terdapat dua lokasi lepas di daerah ini yaitu di Bukit 15 (1500 m dpal) dan Bukit 19 (1900 dpal).
Dalam rangka ulang tahun Kota Batu diselenggarakan Kejuaraan Ketepatan Mendarat Nasional Paralayang pada bulan Oktober. Dengan cuaca yang kurang bersahabat kegiatan hanya dapat berlangsung satu babak.

2004
Olahraga paralayang kembali dipertandingkan di PON XVI Sumatera Selatan. Lokasi kegiatan pertandingan ini adalah di Gunung Dempo Kota Pagar Alam. Kegiatan lomba berlangsung pada tanggal 1 s/d 14 September 2004.

2005
Kejuaraan Nasional Ketepatan Mendarat Nasional "Telkom Cup" diselenggarakan di Puncak, Bogor pada bulan April 2005. Kejuaraan Ketepatan Mendarat dan Lintas Alam Nasional diselenggarakan di Gunung Banyak, Batu, Malang pada bulan Juni dalam rangka hari ulang tahun Kota Batu. Kejuaraan Nasional VI Lintas Alam Wonogiri berlangsung pada tanggal 23-29 September. Rekor Nasional terbang lintas alam jarak terbuka dipecahkan oleh Sdr Lilik Darmono sejauh 44,5 km. Rekor lama atas nama sdr. Elisa Manueke sejauh 41,3 km.

2006
Kejuaraan Nasional Paralayang & Terbuka Wonogiri diselenggarakan di Gunung Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 8 s/d 14 September 2006. Pada kesempatan ini dipecahkan rekor terbang paralayang jarak terbuka sejauh 45 km oleh sdr Yajid dari Jawa Timur. Diselenggarakan Pendidikan Instruktur Paralayang pada tanggal 31 Oktober s/d 2 November di Batu, Malang. Pengajar adalah Mr. Klaus Irchiek dari DHV (Jerman). Tujuan pendidikan ini adalah untuk membuat standar pendidikan paralayang di Indonesia setara dengan yang dilakukan di DHV.

Sejarah Paralayang Indonesia Bermula dari Kaum Pendaki

Geliat dunia paralayang Indonesia boleh dibilang tak bisa dilepaskan dari kiprah para pendaki gunung. Keinginan turun dengan cepat setelah puas melahap sejuta tanjakan dalam pendakian ternyata melahirkan bentuk petualangan lain. Sebuah mainan baru pemacu adrenalin dalam tubuh. Sensasi yang dihasilkan pun tak kalah mengasyikkan.
”Tahun-tahun awal perkembangan paralayang di negara kita memang didominasi oleh pendaki gunung. Sebab, mereka suka naik gunung tapi kepengennya cepat turun. Ya, kalau mau cepat harus pakai parasut (terbang) ‘kan,” ujar Gendon Subandon, salah seorang pencetus paralayang di Indonesia. Itu sebabnya, pada awal kelahirannya di Indonesia, paralayang populer dengan sebutan terjun gunung.
Bersama Alm. Dudi Arief Wahyudi, Gendon mendirikan kelompok terjun gunung Merapi di Yogyakarta pada Januari 1990. ”Karena mainan baru, waktu itu kelompok ini baru ada dua anggotanya. Saya dan (alm) Dudy itu,” kata Gendon melanjutkan kisah. Mereka pun belajar dan latihan secara mandiri. Buku, majalah dan manual parasut jadi ”santapan” sehari-hari. ”Wah, dulu itu nggak ada yang namanya instruktur. Kami belajar dari buku, majalah dan manual parasut saja. Apalagi saat itu Internet belum ada, pokoknya betul-betul dari nol.”
Selama tiga bulan, kedua tokoh paralayang ini giat berlatih. Dari teknik mengembangkan parasut, latihan terjun sampai cara mengendalikannya di angkasa. Medan latihan pun berpindah-pindah, kadang di kampus atau bukit-bukit pasir Parangtritis. ”Waktu terbang perdana, kami pinjam payung milik Lody (Korua, pemilik operator wisata arung jeram di Sungai Citarik –Red.). Tipenya Drakkar produksi Parachute de France tahun 1987. Termasuk payung untuk pemulalah,” kenang Gendon sambil tersenyum.
Setahun kemudian, terjun gunung mulai dilirik para petualang lainnya. Nama-nama beken seperti Wien Soehardjo, Bismo, Daweris Taher dan Ferry Maskun mulai meramaikan panggung dunia pembangkit adrenalin ini. Dua nama awal adalah pendaki dan pemanjat asal klub Skienege sedang sisanya penerbang gantolle. ”Sebelumnya, David A. Teak juga telah aktif terbang dengan paralayang,” ungkap Gendon.
Pada tahun 1992, komunitas paralayang bertambah banyak. Tapi sayangnya pertumbuhan bagus itu tak diiringi dengan ketersediaan alat. Tercatat hanya ada lima buah parasut sampai akhir tahun 1992. Agar teroganisir rapi, para penerbang ini sepakat membentuk wadah berskala nasional, Pusat Paralayang Indonesia (PPI).
Di tahun-tahun berikut, paralayang makin mendapat tempat di hati petualang lokal. ”Karena berkesan seram, kami berpikir untuk mengganti sebutan terjun gunung untuk olahraga ini. Kok kalau disebut terjun gunung, seolah-olah kita melompat dari gunung begitu saja tanpa bekal apa-apa. Setelah rembukan dengan teman-teman, pada 23 Mei 1993 istilah paralayang resmi dibakukan untuk mengganti nama sebelumnya itu,” tutur Gendon. Peresmian nama itu dilakukan di Gunung Haruman, Jawa Barat.

Dipertandingkan
Perkembangan paling pesat terjadi pada periode 1993 hingga 1996. Alat bertambah banyak, penerbangnya juga terus bertambah. Mereka tak lagi terbatas pada kaum pendaki saja, tapi melebar ke berbagai kalangan alias umum. Kegiatan yang dijalankan mulai teratur. Pada tahun 1994, paralayang secara resmi masuk ke dalam pembinaan PB FASI (Federasi Aero Sport Indonesia) di bawah naungan Pusat Gantolle Indonesia. Masih di tahun yang sama, diadakan eksibisi ketepatan mendarat paralayang pertama di Puncak, Bogor, pada bulan April. Ada 20 penerbang dari Jakarta, Bogor, dan Yogyakarta yang mengikuti acara ini.
”Walau sudah masuk pembinaan FASI, kami belum resmi masuk ke dalam tubuh organisasi ini. Sebab belum disahkan melalui munas (musyawarah nasional),” ujar Gendon yang sempat tiga kali gagal terbang dari puncak Gunung Merapi, Yogyakarta. Lewat Munas V PB FASI pada tahun 1996 di Lembang, Bandung, paralayang resmi menjadi bidang tersendiri yang kedudukannya sejajar dengan gantolle di bawah Pusat Layang Gantung Indonesia (PLGI).
Saat PON XV tahun 2000 di Jawa Timur digelar, paralayang telah dinyatakan sebagai salah satu mata lomba yang dipertandingkan. Ada empat medali emas yang disediakan. Peserta yang ikut sebanyak 32 atlet dari delapan kontingen.
Karena makin populer, banyak akses ke lokasi peluncuran paralayang tak lagi harus ditempuh dengan jalan kaki atau bersusah payah mendaki sebuah gunung. Sebut saja, Kampung Toga di Sumedang, Wonogiri dan Parangtritis.
Kenikmatan yang dicari sedikit banyak telah bergeser dari sensasi mendaki gunung lalu terbang dari puncaknya menjadi hobi terbang saja. Peminat terbang dari puncak gunung memang agak kendor. Kisah-kisah petualangan tenggelam dengan kesibukan mengejar prestasi. Boleh jadi itu imbas dari kepopuleran tadi.
Soal itu, Gendon mengaku tak khawatir. ”Ya, nggak jadi masalah. Kalau dia (penerbang -Red) memang serius berlatih dan bercita-cita menjadi atlet, kenapa harus dihalang-halangi? Bagi yang hanya ingin sekadar hobi, kami juga ada wadahnya. Ekspedisi terbang ke gunung juga masih dilakukan. Beberapa waktu lalu, kami sempat terbang dari lereng Gunung Guntur di Garut,” tuturnya. (str/bayu dwi mardana)

Copyright © Sinar Harapan 2002

Kejuaraan Paralayang Semarang 2010 (3)





Kejuaraan Paralayang Semarang 2010 (2)





Kejuaraan Paralayang Semarang 2010 (1)





Berkawan Angin ala Paralayang

Liputan6.com, Jakarta: Ingin berpetualang melayang di ketinggian seperti burung? Bila ingin mencobanya dan tidak takut di ketinggian, paralayang bisa dijadikan hobi alternatif. Paralayang atau juga paragliding merupakan olahraga kedirgantaraan yang kini mulai berkembang. Permainan ini pun bisa dijadikan ajang uji nyali dan memacu adrenalin karena sang atlet berada di ketinggian dan melayang-layang dibawa angin.

Paralayang mulai mendapat tempat di hati pecinta olahraga dirgantara di Indonesia sekitar 1990-an. Paralayang diilhami oleh gantole dan terjun payung. Cikal bakal paralayang dianggap dikembangkan warga Amerika Serikat, Domina Jalbert, pada 1950-an. Paralayang dapat melayang setinggi lima kilometer di atas permukaan laut. Sementara di Indonesia ketinggian maksimal adalah empat kilometer karena selebihnya untuk penerbangan komersial.

Parasut paralayang terdiri dari dua permukaan paralel yang kuat dan saling dihubungkan dengan lembaran-lembaran vertikal atau biasa disebut ribs. Payung paralayang bisa mengangkat beban 150 kilogram. Selain peralatan dasar, pilot memperlengkapi diri dengan perlengkapan pendukung seperti variometer yang memberi aneka informasi penerbangan, handy talkie untuk berkomunikasi juga global positioning system (GPS) untuk memastikan posisi.

Selain angin, cuaca juga jadi faktor penentu, apakah pilot bisa mengudara atau tidak. Salah satu petunjuknya adalah melihat bentuk awan yang bisa menandakan baik-buruknya cuaca. Di sini, penerbang siswa harus mampu menaksir cuaca serta kecepatan angin. Kecepatan maksimum angin yang masih layak untuk terbang adalah 20 kilometer per jam. Jika semua lancar, pengemudi paralayang bisa ngebut di udara sampai 60 kilometer per jam.

Harga paket lengkap peralatan paralayang sekitar Rp 28 juta. Namun tanpa mengeluarkan duit sebesar itu, tetap bisa melayang di udara yakni terbang tandem atau berdua bersama master penerbang dengan biaya hanya Rp 300 ribu. Jika ingin terbang sendiri, calon penerbang bisa mengikuti pelatihan dasar delapan hari untuk meraih lisensi atau izin terbang. Biaya pelatihan Rp 8 juta. Tak perlu jadi Gatotkaca untuk bisa melanglang sendirian di angkasa.(JUM/YUS)

Tim Liputan 6 SCTV

Mengudara





Kejurnas Paralayang Papaton Cup 2010

Jateng Juara Umum

Semarang, CyberNews. Jateng masih menjadi kekutan yang belum terkalahkan pada Kejurnas Paralayang Seri I Papaton Cup 2010 yang berlangsung di Puncak Bogor 21 hingga 23 Mei. Mereka mendominasi kejuaraan dan meraih gelar juara umum setelah menggondol empat emas dan dua perak. Mengungguli tuan rumah Jawa Barat, disusul tempat ketiga oleh Jawa Timur.

Atlet paralayang Senior Thomas Widiyananto yang berasal dari Sukoharjo meraih dua emas untuk nomor kecepatan waktu dan ketepatan mendarat senior. Sedangkan dua emas lainnya disumbangkan di nomor kecepatan beregu, dan nomor ketepatan perorangan putri atas nama Dian Rosmalia yang merupakan atlet dari Surakarta.

Sedangkan melengkapi raihan dua perak, disumbahkan pada nomor ketepatan mendarat junior putra atas nama Suharyanto dari Kota Semarang, dan beregu junior ketepatan mendarat.

Pelatih Persatuan Layang Gantung Indonesia (PLGI) Jawa Tengah Heri Agung, mengatakan bahwa sebenarnya Jateng bisa menyapu bersih seluruh nomor yang ada, dan meraih medali lebih banyak lagi. Hal ini dikarenakan, pada kejurnas yang berlangsung di Puncak Bogor ini, Jateng lebih banyak menurunkan pemain lapis kedua.

Sedangkan pemain-pemain utama sedang mengikuti kejuaraan tingkat internasional. "Kami ingin memberikan kesempatan yang muda-muda untuk menambah jam terbang dan meningkatkan peringkat nasional. Merekapun tampil tidak buruk dan berhasil merebut gelar juara umum," terang Agung yang juga menjadi pelatih paralayang nasional.

Agung menambahkan, saat ini para atlet yang meraih emas akan mengadu kemampuan dengan atlet dari seluruh penjuru dunia dalam Kejuaraan Internasional Paralayang yang akan berlangsung di Batu Malang 5-6 Juni mendatang.
(Hendra Setiawan/CN14)

Tentang Paralayang

Apa Itu Paralayang?

Olahraga paralayang adalah salah satu cabang olahraga terbang bebas. Paralayang dapat diartikan sebagai sebuah parasut yang dapat diterbangkan dan dapat mengangkat badan penerbang. Parasut atau pesawat ini lepas landas dan mendarat menggunakan kaki penerbang.

Olahraga paralayang lepas landas dari sebuah lereng bukit atau gunung dengan memanfaatkan angin. Angin yang dipergunakan sebagai sumber daya angkat yang menyebabkan parasut ini melayang tinggi di angkasa terdiri dari dua macam yaitu, angin naik yang menabrak lereng (dynamic lift) dan angin naik yang disebabkan karena thermal (thermal lift). Dengan memanfaatkan kedua sumber itu maka penerbang dapat terbang sangat tinggi dan mencapai jarak yang jauh. Yang menarik adalah bahwa semua yang dilakukan itu tanpa menggunakan mesin, hanya semata-mata memanfaatkan angin.

Peralatan paralayang sangat ringan, berat seluruh perlengkapannya (parasut, harness, parasut cadangan, helmet) sekitar 10 - 15 kg. Peralatan paralayang juga sangat praktis karena dapat dimasukkan ke dalam ransel yang dapat digendong di punggung. Olahraga Paralayang juga sangat kecil ketergantunganya dengan wahana lainnya.

Siapa Saja yang Boleh Terbang?

Siapa saja boleh ikut terbang, laki-laki atau perempuan, tua atau muda, asal sehat jasmani dan rohani, tidak mengidap penyakit jantung, dan epilepsi. Umur peminat yang disarankan adalah antara 14 s/d 60 tahun. Peminat yang berumur kurang dari 18 tahun harus mendapat restu dan ijin dari orangtua/wali.

Berbahayakah Paralayang?

Banyak yang masih menganggap bahwa olahraga paralayang itu berbahaya, benarkah demikian? Kita mengetahui bahwa semua olahraga mempunyai resiko, itu pasti. Naik sepeda di jalan raya pun mengandung unsur bahaya yang sangat besar, bukankah demikian? Di dalam melakukan olahraga, terutama olahraga alam bebas, resiko yang mungkin akan terjadi sangat tergantung dari bagaimana cara para pelaku itu melakukan kegiatannya. Demikian pula di dalam olahraga paralayang, jika kita melakukan dengan prosedur dan tata cara yang benar maka resiko yang akan terjadi pun akan sangat minimal. Jika anda baru bisa berjalan maka anda jangan berlari, begitu kata orang bijak. Dalam peningkatan kemampuan seorang penerbang paralayang harus dilakukan setahap demi setahap.

Apa Sih Kenikmatan dan Keasyikkan Terbang dengan Paralayang?

Menikmati udara bebas siapa yang tak suka? Olahraga paralayang adalah olahraga di alam bebas. Kalau anda pernah bermimpi jadi burung, maka terbang dengan paralayang adalah salah satu kenyataan yang dapat anda lakukan. Hanya dengan memanfaatkan angin anda dapat melayang-layang tinggi di angkasa luas dan merasakan desiran angin dalam kesunyian. Bayangkan saja, beberapa saat sebelumnya anda menginjak bumi namun beberapa saat kemudian anda sudah memandang bumi dari sisi lain, dari sebuah ketinggian di angkasa raya. Ini adalah sensasi lain yang tidak semua orang dapat melakukannya. Sensasi ini tentu saja berbeda dengan kehidupan sehari-hari anda. Ketika anda melayang di ketinggian secara tidak langsung anda akan lebih menghargai kehidupan anda dengan cara lain.

Ketika anda telah cukup mahir maka anda akan lebih menikmati penerbangan anda, ketrampilan yang anda punyai membuat anda lebih percaya diri. Kalau cuaca mendukung maka anda akan dapat terbang sesuai keinginan anda. Mau terbang tinggi, atau mau terbang jauh itu terserah anda. Berikutnya tentu anda sendiri yang akan merasakan bagaimana asyik dan nikmatnya terbang dengan paralayang.

Tetapi jangan begitu saja percaya dengan apa yang kami ungkapkan ini. Ini hanya sekadar ungkapan dengan kata-kata, benarkah demikian asyiknya dalam kenyataannya? Tidak ada cara lain untuk merasakan keasyikkan itu kecuali anda mencobanya untuk terbang sendiri. Jangan mau hanya mendengar dari orang lain, rasakan sendiri keasyikkannya.

Perlengkapan Apa Saja yang Dibutuhkan?

Perlengkapan utama dalam olahraga paralayang antara lain parasut utama dan cadangan, harness, dan helmet. Perlengkapan pendukung terbang yang diperlukan antara lain variometer, radio/HT, GPS, windmeter, peta lokasi terbang, dll. Sedang perlengkapan pakaian penerbang antara lain baju terbang/flight suit, sarung tangan, dan sepatu berleher tinggi/boot.
Jenis parasut yang dipergunakan sangat tergantung dari tingkat kemampuan penerbang dan berat penerbang. Setidak-tidaknya terdapat tiga jenis parasut paralayang yaitu, parasut untuk pemula, parasut untuk penerbang menengah, dan parasut untuk penerbang mahir. Ukuran parasut juga harus sesuai dengan berat penerbangnya. Ukuran yang tersedia antara lain XS, S, M, L serta LL untuk terbang berdua/tandem.


Di mana Saya Dapat Berlatih Paralayang?

Berlatihlah kepada orang yang tepat yaitu instruktur/pelatih paralayang yang bersertifikat dan diakui oleh organisasi paralayang di masing-masing negara. Di Indonesia, lisensi untuk pelatih paralayang dikeluarkan oleh Persatuan Olahraga Dirgantara Layang Gantung Indonesia – Federasi Aero Sport Indonesia / PLGI – FASI.

Pada umumnya pelatih-pelatih tersebut telah bergabung di klub atau klub pendidikan yang bernaung di bawah FASIDA di mana klub tersebut berada yang sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Keuntungan anda berlatih dengan pelatih yang bersertifikat dan diakui oleh PLGI - PB FASI antara lain:

1. Pelatih telah memahami prosedur kepelatihan paralayang yang aman, sehingga akan menekan resiko dan mempercepat peningkatan kemampuan anda.
2. Memperoleh Kartu Santunan Kecelakaan Paralayang dengan jaminan maksimal sebesar Rp. 2.500.000,00. Santunan khusus untuk kecelakaan paralayang ini berlaku untuk kategori meninggal dan cacat tetap, keterangan lebih lengkap tanyakan pada instruktur anda
3. Setelah selesai mengikuti pelatihan dasar dan dinyatakan lulus akan mendapatkan lisensi yang diakui PLGI PB FASI sesuai tingkatannya.


Copyright ©2003 PLGI-FASI

Cara Mudah Mewujudkan Impian Terbang


Lepas landas dari lereng bukit, lalu melesat ke angkasa bebas. Berputar-putar seperti burung Elang, mengejar thermal. lalu ribuan meter tinggi, dan ratusan kilometer pun dijangkaunya. Padahal terbangnya hanya dengan memanfaatkan angin. Inilah olahraga paralayang atau paragliding, cara termudah bagi mereka yang memimpikan terbang bebas.

Menunggu Cuaca
Meskipun cuaca mendung dan sering turun hujan dan kabut di Kawasan Perkebunan Teh Gunung Mas, Puncak, Bogor, tak menyurutkan niat para “penunggang angin” yang ingin melepaskan hasratnya untuk terbang. Sudah sejak pagi mereka setia menunggu kesempatan terbang. “Wah kabutnya kok tebal banget, gak bisa terbang nih?” keluh salah seorang penerbang paralayang di atas Bukit 250 yang jadi lokasi lepas landas.
Dalam cuaca tak menentu pada musim hujan seperti sekarang ini, memang diperlukan kesabaran ekstra bagi para penerbang paralayang. Jika cuaca lagi tak bersahabat, bisa berjam-jam mereka harus menunggu cuaca ideal. Bahkan kadang-kadang setelah seharian menunggu, terpaksa pulang kembali ke rumah dengan log book terbang yang kosong karena gagal terbang. Sedikit rasa kecewa. Tetapi itu tak menjadi soal, karena masih ada hari esok! Para penerbang paralayang memang mempunyai prinsip lebih baik tidak terbang hari ini, dari pada memaksakan terbang hari ini, tetapi esok tak dapat terbang lagi!
Namun ceritanya akan jauh berbeda jika cuaca berubah cerah dengan hembusan angin yang ideal dari arah depan lereng. Dalam waktu singkat saja puluhan parasut warna-warni mengangkasa dan lalu lalang menghiasai langit di atas perkebunan teh. Inilah pemandangan yang hampir selalu dijumpai di akhir minggu, yang menimbulkan iri sekaligus decak kagum para wisatawan.
“Wah asyik banget tuh, bisa terbang seperti burung Elang,” ujar salah satu wisatawan yang berkunjung di kawasan Puncak. Kadang-kadang justru keheranan pun muncul dari mulut para pelancong yang baru pertama kali melihat paralayang. “Lho ada yang terjun payung, tetapi kok tidak terdengar suara pesawatnya?”
Olahraga paralayang memang mirip dengan olahraga terjun payung. Dua-duanya sama-sama menggunakan parasut, namun sebenarnya filosofi dua olahraga dirgantara yang berada di bawah naungan Federasi Aerosport Indonesia ini sangat jauh berbeda. Bagi peterjun payung, parasut yang digunakan lebih berfungsi sebagai alat penyelamat peterjun agar mendarat empuk saat menapaki bumi setelah jatuh bebas atau free fall. Sedang bagi penerbang paralayang, parasut yang digunakan meski pun tak bermesin namun mampu membawa penerbangnya terbang tinggi dan jauh - asal tahu saja, rekor dunia terbang jauh paralayang adalah sejauh 350 km.
Cara mengembangkan parasutnya pun berbeda, peterjun payung melompat dulu dari pesawat terbang baru mencabut parasutnya, sedang penerbang paralayang mengembangkan parasutnya ketika masih menginjak tanah di sebuah lereng bukit. “Gampang kok caranya, yang penting tekniknya benar,” celetuk David Teak.

Lereng dan Angin.
Konsep terbang Paralayang sangat sederhana tetapi mengagumkan, terbuat dari lembaran kain nylon yang dibentuk seperti sayap atau aerofoil yang dihubungkan oleh tali-tali untuk sebagai cantolan tempat duduk penerbang (seat harness). Dengan adanya gerakan saat melintasi di udara bebas maka lembaran kain tersebut menggembung menciptakan tekanan dan membentuk sayap yang akhirnya dapat diterbangkan.
Parasut paralayang adalah sebuah “pesawat terbang” yang melayang menggunakan prinsip-prinsip aerodinamika seperti halnya pesawat Boing yang berpenumpang ratusan orang itu. Bedanya penumpang paralayang sangat terbatas hanya satu atau dua orang saja. Kecepatan terbang tertingginya juga paling-paling hanya sekitar 50 km/jam. Paralayang juga merupakan pesawat berpenumpang paling ringan di dunia, kalau komplit berat lengkapnya hanya sekitar 8 s/d 15 kg. Karena saking ringan dan ringkasnya, pesawat ini sangat mudah di lipat dan digulung kemudian dimasukan ke dalam ransel. Siap digendong ke mana pun suka.
Untuk dapat lepas landas, seorang penerbang paralayang memerlukan sebuah lereng bukit yang rata dengan kemiringan sekitar 20 - 30 derajat, atau jika tak ada lereng, ditarik dengan mesin Winch di lapangan terbuka pun bisa.
Kecepatan angin ideal yang dibutuhkan sekitar 10 s/d 20 km jam. “Arah angin harus datang dari depan lereng. Kalau kecepatannya terlalu pelan paling hanya terbang meluncur, tetapi kalau terlalu kencang parasut tak bisa maju, malah-malah mundur karena terbawa angin,” jelas Lilik Darmono salah satu penerbang senior asal Magelang itu.
Peoses terbangnya sederhana. Sebelum terbang, parasut digelar dengan mulut-mulut sel (leading edge) menghadap angin dan sisi belakang (trailing edge) lebih dekat ke bibir lereng. Lembaran kain parasut, tali-tali, serta harnesnya lalu diperiksa, agar yakin bahwa perlengkapan terbang itu sudah betul-betul oke. Parasut sobek, tali kusut, atau karabiner bermasalah bisa berabe ! Masalah yang kecil di darat, bisa menjadi petaka sesaat setelah melayang di udara. Karenanya, pemeriksaan sebelum terbang atau pre flight check ini harus selalu dilakukan setiap saat oleh penerbang.
Proses berikutnya, penerbang pun bersiap-siap setelah helmet dan harness dipakai. Masing-masing tangan memegang tali kemudi dan riser depan, sementara riser tengah dan belakang dibiarkan menggantung di atas siku. Saat angin berhembus penerbang pun kemudian melangkah maju sambil menarik dan mengangkat riser yang dipeganngya. Dengan adanya sedikit hentakkan ini, parasut mulai terangkat, sel-selnya yang menganga itu langsung menelan angin, dan akhirnya mengembang sempurna di atas kepala.
Setelah parasut mengembang sempurna dan yakin tak ada yang kusut, penerbang meneruskan larinya ke arah bibir lereng. Dengan adanya gerak maju dan adanya hembusan angin yang menghantam lereng, parasut kemudian terangkat dan membawa penerbangnya meluncur ke angkasa. Kecepatan angin dan Kemampuan mengendalikan parasut, merupakan kombinasi yang sangat menentukan apakah penerbang akan tetap terus melayang atau harus siap-siap mendarat.
Terdapat dua sumber angin naik yang dapat dimanfaatkan penerbang paralayang agar dapat terbang tinggi dan jauh yaitu naikan dinamik (dynamic lift) dan naikan thermal (thermal lift). Naikan dinamik adalah angin yang naik karena menabrak lereng bukit, semakin kencang angin yang datang semakin besar pula kekuatan angin naiknya. Sedang naikan thermal adalah angin naik atau gelembung udara naik karenanya adanya pemanasan permukaan bumi oleh Matahari.
Sumber-sumber ini biasanya dijumpai di permukaan yang kering seperti ladang, lapangan, jalanan, dan perumahan, karena permukaan bumi ini gampang terpanaskan. Tanpa dua sumber ini tak mungkin seorang penerbang paralayang dapat bertahan lama terbang di angkasa bebas. Penerbang paralayang harus dapat membaca medan terbangnya yang berupa perbukitan. Saat ada angin naik, di sisi lainnya terdapat angin putar atau yang biasa disebut rotor atau turbulensi. Di situlah penerbang harus waspada jangan sampai ditelan rotor atau angin putar itu.
Melayang memang asyik, bumi yang indah jadi lebih indah saat dilihat dari ketinggian. Tetapi keasyikkan ini tentu saja tak membuat lupa bahwa penerbang pun harus mendarat di tempat yang aman setelah terbang berjam-jam. Lapangan terbuka yang bebas dari pepohonan tinggi dan rintangan lainnya merupakan lokasi pendaratan paling aman.

Terbang Mengasyikan !
Apa sih asyiknya terbang dengan paralayang? Pertanyaan sederhana tetapi jawabannya bisa bermacam-macam, seperti yang diungkapkan Dimas Bayu (16 th). “Seneng aja. Saat melayang-layang di angkasa itulah yang paling mengasyikkan, aku bisa terbang seperti burung. Ada kesunyian yang berbeda yang aku rasakan,” ungkap siswa kelas 1 SMA Dwi Warna Parung yang baru mengantongi 20 kali terbang itu.
“Buat saya yang paling nikmat adalah saat menjelang lepas landas, begitu kaki lepas dari tanah kita seperti masuk ke kehidupan lain. Begitu juga saat mendarat empuk setelah melayang-layang, rasanya plong. “ Cerita Etey seorang karyawati bank swasta yang empat bulan ini rajin wara-wiri ke Puncak untuk menikmati paralayang.
Tetapi lain lagi perasaan yang diungkapkan Ade Satari salah seorang atlet paralayang dari DKI Jakaara, ”Rasanya puas saat bisa mengejar thermal dan terbang setinggi mungkin, apalagi dapat terbang jauh atau cross country dan mendarat berpuluh-puluh kilo meter dari titik awal penerbangan.”
Menurut Hertriono Kartowisastro, Ketua Pordirga Layang Gantung Indonesia PB FASI, olahraga paralayang adalah olahraga dirgantara yang mempunyai tantangan tak terbatas. Ketergantungan dengan wahana lain juga sangat kecil. “Paling murah dan sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi wisata dirgantara, mengingat hampir semua tempat terbang paralayang merupakan lokasi wisata,” ungkapnya.
“Bagi yang sekadar ingin berekreasi, paralayang merupakan sarana pelepas ketegangan rutin yang cukup menantang, tetapi bagi yang ingin mengejar prestasi kesempatannya masih terbuka luas, apalagi olahraga ini sudah dipertandingkan dalam PON XV yang lalu,” lanjut Hertriono yang pernah mencoba segala olahraga dirgantara tersebut.

Siapa Saja Boleh Terbang?
Olahraga paralayang adalah olahraga dirgantara yang sangat mudah dan cepat untuk dipelajari. Alat yang digunakan juga sangat minimal, tak ada instrumen yang khusus dipelajari sebelum terbang. Perlengkapan utamanya terdiri dari parasut paralayang, seat harness, dan helmet. Perlengkapan lainnya antara lain sarung tangan, baju terbang, radio komunikasi, dan variometer.
Saat awal belajar tak perlu harus mempunyai alat-alat tersebut terlebih dahulu, karena biasanya sekolah atau klub pendidikan paralayang sudah menyediakannya untuk para peminat. Tentu saja ada dengan merogoh kantong untuk mengganti biaya penyusutan perlengkapannya.
Keasyikkan pasti, keamanan dan kenyamanan juga sangat penting. Di samping keberanian setiap penerbang juga harus memahami dan melaksanakan prosedur keselamatan. Ada tiga hal pokok yang harus dipahami oleh setiap penerbang agar dapat terbang dengan aman, yaitu: cuaca (angin dan awan), penggunaan perlengkapan, dan tingkat kemampuan penerbang.
Siapa saja yang dapat terbang? Siapa saja, lelaki atau perempuan. Umur tak menjadi masalah asal berkisar 14 s/d 60 tahun. Biasanya remaja yang belum berusia 18 harus berbekal ijin orang tua. Sehat jasmani dan rohani, tidak sedang mengidap penyakit jantung, epilepsy, atau ketidakmampuan fisik lainya. Berat tubuh minimal 50 kg, jika kurang dari 50 kg biasanya perlu beban tambahan. Untuk menjadi seorang penerbang paralayang tak harus menjadi seorang atlet yang kuat secara fisik. Namun pada awal latihan, memang diperlukan tenaga ekstra untuk naik dan turun bukit. Bagaimana akan menikmati terbang kalau kondisi badan tidak fit?

Awal Perkembangan
Olahraga paralayang mulai muncul pada awal tahun 80-an. Tidak jelas siapa yang mengawalinya. Namun proses terciptanya paralayang ini melewati sebuah proses yang cukup panjang dan diilhami oleh kegiatan gantolle dan terjun payung. Adalah Dr. Francis Rogallo yang pada tahun 1940 menciptakan sebuah layang-layang yang bentuknya kemudian menjadi cikal bakal gantolle yang sekarang ini ada.
Pierre Lemoigne termasuk orang yang punya andil, karena pada tahun 1960, ia menyempurnakan kembali bentuk parasut untuk terjun statik yang berbentuk bulat, menjadi parasut terjun yang dikenal sebagai parasut Para Commander (PC) yang mempunyai gerakan lebih baik dan dapat dikontrol dibanding parasut sebelumnya.
Kemajuan pesat terjadi saat terciptanya parasut terjun payung persegi dengan dua permukaan yang masing-masing dipisahkan oleh rongga-rongga yang disebut sel oleh Domina Jalbert dari Amerika. Parasut ciptaan Domina ini dikenal dengan nama Parafoil menggunakan sistem “Ram Air”. Parasut ini mengembang karena adanya lintasa udara yang terperangkap di dalam sel. Konsep “Ram Air” ini sebenarnya tak mengalami perubahan berarti hingga kini, namun tingkat penyempurnaan bentuknya begitu menakjubkan, sehingga bisa dibilang konsep inilah yang mengilhami secara langsung terciptanya olahraga paralayang.
Pada tahun 1978, beberapa peterjun Eropa mencatat sukses lepas landas dari sebuh lereng terjal menggunakan parasut yang disempurnakan ini. Tak lama kemudian peski Swiss menyusul dengan meluncur di lereng bersalju di Engadine dengan menggunakan parasut persegi yang serupa.
Berawal dari sinilah nampaknya olahraga paralayang yang di Perancis disebut Parapente. Selain nama-nama yang disebut sebelumnya, tiga anggota Parachute Club of Annemasse, Perancis, bisa dibilang mempunyai andil dalam pemasyarakatan olahraga paralayang Mieussy, di kawasan Pegunungan Pertuiset, antara Genevv dan Chamonix yaitu: Jean-Claude Betemps, Andre Bohn, dan Gerard Boson.
D Indonesia sendiri, paralayang baru mulai muncul awal tahun 1990 yang ditandai dengan terbentuknya Kelompok Paralayang MERAPI di Yogyakarta yang dimotori oleh Dudy Arief Wahyudi (alm), dan penulis. David A. Teak, Ferry Maskun, dan Daweris Taher termasuk para penerbang awal Indonesia. Beberapa pemula ini berlatih secara otodidak melalui manual-manual dan majalah-majalah paralayang. Setidaknya pernah tercatat sebanyak 1200 penerbang di Indonesia, namun yang kini aktif tak lebih dari sepertiganya.
Olahraga paralayang di Indonesia berada di bawah Pordirga Layang Gantung Indonesia (PLGI) yang berada dibawah naungan PB FASI. Sedang untuk organisasi internasionalnya, olahraga ini berada dibawah Commission Internationale du Vol Libre (CIVL) yang dibawah naungan FAI.
Tiga belas tahun sudah usia perkembangan olahraga paralayang di Indonesia. Grafik peminatnya makin naik dari hari ke hari meskipun perlahan. Melihat besarnya potensi yang dimiliki olahraga ini, optimis bahwa olahraga ini akan makin berkembang. Keasyikan dan tantangannya yang tak terbatas menjadi alasan kuat. Berani menerima tantangannya? Ayo bergabung dengan para “penunggang angin” lainnya, untuk mewujudkan impian terbang yang mengasyikkan! (Gendon Subandono)